Banyak orang yang bertanya.
Haramkah Edit Foto Wajah Tua?
Apa hukumnya mengedit foto.?
Edit foto apakah haram.?
Edit foto yang dibolehkan.?
dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Sebenarnya edit foto dari muda terlihat tua yang sedang viral akhir-akhir ini atau edit foto menjadi aneh itu hanya lucu-lucuan saja.
Tapi lebih lucu jika ada yang mengharamkan edit foto wajah tua atau yang lainnya ini dengan dalil-dalil ayat Al-Qur'an.
Yakni diantaranya dalil dalam Al-Hujurat dan An-Nisa'.
Mari kita mulai belajar memahami dalil sesuai dengan ilmu dan kaidah dalam ijtihad;
Ayat 1
ﻓﻘﺎﻝ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮا ﻻ ﺗﻘﺪﻣﻮا ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻱ اﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ
(Al-Ĥujurāt): 1 - "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya..."
ﺃﻱ ﻻ ﺗﺴﺎﺭﻋﻮا ﻓﻲ اﻷﺷﻴﺎء ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ ﺃﻱ ﻗﺒﻠﻪ، ﺑﻞ ﻛﻮﻧﻮا ﺗﺒﻌﺎ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ اﻷﻣﻮﺭ
"Yakni janganlah mendahului dalam segala hal di hadapan Nabi. Tapi jadilah pengikut Nabi dalam segala hal" (Tafsir Ibnu Katsir)
Ayat ini tidak ada kaitan dengan mendahului kehendak Allah apalagi dalam masalah takdir di masa depan.
Ayat 2
ﻭﻵﻣﺮﻧﻬﻢ ﻓﻠﻴﻐﻴﺮﻥ ﺧﻠﻖ اﻟﻠﻪ، ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﻳﻌﻨﻲ ﺑﺬﻟﻚ ﺧﺼﻲ اﻟﺪﻭاﺏ
(An-Nisā'): 119 - "dan aku (syetan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Ibnu Abbas berkata: "Yakni mengebiri hewan" (Tafsir Ibnu Katsir)
Merubah ciptaan Allah yang dilarang maksudnya adalah secara fisik seperti menyambung rambut, melukis tubuh dll (HR Bukhari dan Muslim).
Bukan pada gambar. Kalau edit foto menjadi wajah tua haram, maka mestinya semua bentuk edit juga haram, karena merubah bentuk asli ciptaan Allah.
Sesungguhnya Islam mengharamkan aktivitas menggambar (التَّصْوِيْرُ).
Dalil yang menunjukkan haramnya menggambar adalah sebagai berikut;
صحيح مسلم (11/ 23)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Dari Abdullah; Rasulullah ﷺ bersabda; Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah para pelukis” (H.R.Muslim)
صحيح مسلم (11/ 9)
عَنْ أَبِي طَلْحَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ
“Dari Abu Thalhah, dari Nabi ﷺ beliau bersabda; Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan lukisan” (H.R.Muslim)
Hadis-Hadis yang maknanya hampir mirip jumlahnya cukup banyak.
Semuanya menegaskan keharaman Tashwir/ التَّصْوِيْرُ (menggambar).
Islam memang mengharamkan Tashwir dengan segala bentuknya, termasuk membuat patung (صُنْعُ التَّمَاثِيْلِ) atau memahat patung (النَّحْتُ).
Namun keharaman Tashwir ini hanya berlaku pada sesuatu yang memiliki ruh seperti manusia dan hewan.
Jika obyeknya tidak mememiliki ruh seperti pohon, gunung, rerumputan, sungai, laut, danau dan sebagainya maka menggambarnya hukumnya mubah.
Dalil yang menunjukkan mubahnya menggambar obyek yang tidak memiliki ruh adalah Hadis berikut;
صحيح مسلم (11/ 25)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيهَا فَقَالَ لَهُ ادْنُ مِنِّي فَدَنَا مِنْهُ ثُمَّ قَالَ ادْنُ مِنِّي فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ قَالَ أُنَبِّئُكَ بِمَا
سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
و قَالَ إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ
“Dari Sa’id bin Abi Al-Hasan beliau berkata; seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas lalu berkata; Sesungguhnya aku adalah orang yang melukis lukisan-lukisan ini, berilah aku fatwa tentangnya. Maka Ibnu Abbas berkata; mendekatlah kepadaku. Maka dia mendekat kepadanya. Lalu Ibnu Abbas berkata lagi; mendekatlah kepadaku. Maka dia mendekat hingga Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berkata; Aku beritahu engkau sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda; Semua pelukis di dalam Neraka. Setiap lukisan yang dia buat diberi jiwa, lalu makhluk itu menyiksanya di Neraka Jahannam.” Ibnu Abbas berkata; Jika engkau harus melukis, maka lukislah pepohonan dan benda yang tidak berjiwa” (H.R.Muslim)
Adapun foto (الصُّوْرَةُ الضَّوْئِيَّةُ/ الصُّوْرَةُ الشَّمْسِيَّةُ), maka ini tidak termasuk dalam cakupan pengertian Tashwir. Alasannya, fakta foto adalah نَقْلُ الظِّلِّ إلى اْلفِلْمِ (memindahkan bayangan ke film) bukan Tashwir, karena Tashwir adalah رَسْمُ صُوْرَةِ الشَّيْءِ (melukiskan gambaran sesuatu). Seorang Fotografer tidak pernah menggambar sesuatu, tetapi dia hanya memindahkan bayangan sesuatu ke dalam film untuk dicetak dengan memanfaatkan hukum-hukum cahaya, refleksi, dan hukum fisika lainnya. Fotografer hanya menggerakkan kamera untuk memindahkan bayangan tanpa melakukan aktivitas Tashwir apapun.
Lagipula, fakta Tashwir adalah mengandung unsur إِبْدَاعٌ (kreatifitas), yaitu menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Hal ini berbeda dengan foto yang hanya sekedar mencetak bayangan.
Bayangan segala sesuatu di alam ini secara alami sudah ada, namun bayangan-bayangan tersebut ada yang ditangkap dan dicetak, adapula yang tidak ditangkap dan dicetak. Yang ditangkap dan dicetak itulah yang menjadi fakta foto.
Dengan demikian, memfoto hukumnya mubah tanpa membedakan apakah obyeknya memiliki nyawa ataukah tidak.
Memfoto dihukumi mubah karena tidak termasuk Tashwir dan tidak tercakup dalam pengertian Tashwir. Pembahasan tentang hukum foto adalah pembahasan Tahqiqul Manath (penelitian obyek hukum), bukan pembahasan hukum itu sendiri. Memfoto hukumnya mubah karena fakta memfoto bukanlah fakta Tashwir yang diharamkan Syara’. Hal ini mirip dengan pembahasan haramnya Ghibah (menggunjing).
Keharaman menggunjing sudah disepakati, namun apakah suatu perbuatan sudah tepat disebut menggunjing ataukah tidak, maka ini masuk pembahasan Tahqiqul Manath. Sesuatu yang disangka menggunjing bisa saja bukan, misalnya aktivitas menasehati, mengambil pelajaran (i’tibar), mengkritik perawi (Jarh dan Ta’dil) dll.
Adapun hukum mengedit foto ( تَعْدِيْلُ الصُّوْرَةِ الضَّوْئِيَّةِ/ الصُّوْرَةِ الشَّمْسِيَّةِ) makhluk bernyawa, maka hal itu perlu diperinci.
Pertama; Jika aktifitas mengedit tersebut mengubah gambar bernyawa yang ada pada foto menjadi sesuatu yang tidak bernyawa, misalnya memenggal kepala manusia dalam foto sehingga tubuhnya menjadi seperti pohon, mengubah foto kambing menjadi seperti guci, membuat foto ular menajdi seperti aliran sungai dan semisalnya, maka aktivitas mengedit seperti ini hukumnya mubah.
Hal itu dikarenakan aktivitas mengedit seperti ini tidak bisa dimasukkan dalam pengertian menggambar (التَّصْوِيْرُ) sebagaimana tidak bisa dimasukkan dalam cakupan makna menggambar yang dilarang oleh syariat.
Mengedit jenis ini lebih mendekati memotong kepala patung untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak mirip dengan manusia yang bernyawa.
Memotong kepala patung bukan hal yang dilarang dan justru diperintahkan syariat. Abu Dawud meriwayatkan;
سنن أبى داود – مكنز (12/ 237، بترقيم الشاملة آليا)
عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَتَانِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ لِى أَتَيْتُكَ الْبَارِحَةَ فَلَمْ يَمْنَعْنِى أَنْ أَكُونَ دَخَلْتُ إِلاَّ أَنَّهُ كَانَ عَلَى الْبَابِ تَمَاثِيلُ وَكَانَ فِى الْبَيْتِ قِرَامُ سِتْرٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ وَكَانَ فِى الْبَيْتِ كَلْبٌ فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِى فِى الْبَيْتِ يُقْطَعُ فَيَصِيرُ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ فَلْيُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ مَنْبُوذَتَيْنِ تُوطَآنِ وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَلْيُخْرَجْ ». فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَإِذَا الْكَلْبُ لِحَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ كَانَ تَحْتَ نَضَدٍ لَهُمْ فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ
Dari Mujahid ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda: “Jibril Alaihis Salam datang menemuiku dan berkata, “Tadi malam aku datang untuk menemuimu, dan tidak ada yang menghalangiku untuk masuk kecuali patung yang ada di atas pintu. Di dalam rumah juga ada kain satir tipis yang bergambar patung, serta terdapat anjing, maka perintahkanlah memotong kepala patung yang berada di rumah hingga berbentuk pohon, dan perintahkanlah memotong tirai untuk dijadikan dua bantal yang diduduki, dan perintahkanlah untuk mengeluarkan anjing.” Rasulullah ﷺ pun melakukan saran Jibril, namun tiba-tiba anjing milik Hasan atau Husain berada di bawah ranjang (rak), maka beliau memerintahkan untuk mengeluarkan hingga ia pun dikeluarkan. (H.R.Abu Dawud)
Hadis ini bermakna, mengubah gambar atau patung terlarang menjadi benda lain yang tidak bernyawa tidak dilarang syariat, dan justru malah diperintahkan.
Lagipula islam membolehkan menggambar sesuatu yang tidak bernyawa seperti pohon, batu, sungai, gunung dan semisalnya. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (11/ 25)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيهَا فَقَالَ لَهُ ادْنُ مِنِّي فَدَنَا مِنْهُ ثُمَّ قَالَ ادْنُ مِنِّي فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ قَالَ أُنَبِّئُكَ بِمَا
سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
و قَالَ إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ
“Dari Sa’id bin Abi Al-Hasan beliau berkata; seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas lalu berkata; Sesungguhnya aku adalah orang yang melukis lukisan-lukisan ini, berilah aku fatwa tentangnya. Maka Ibnu Abbas berkata; mendekatlah kepadaku. Maka dia mendekat kepadanya. Lalu Ibnu Abbas berkata lagi; mendekatlah kepadaku. Maka dia mendekat hingga Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berkata; Aku beritahu engkau sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda; Semua pelukis di dalam Neraka. Setiap lukisan yang dia buat diberi jiwa, lalu makhluk itu menyiksanya di Neraka Jahannam.” Ibnu Abbas berkata; Jika engkau harus melukis, maka lukislah pepohonan dan benda yang tidak berjiwa” (H.R.Muslim)
Kedua; Jika aktifitas mengedit foto itu tidak mengubah makhluk bernyawa yang ada dalam foto, namun hanya mengubah warnanya,atau mengatur pencahayaannya, atau menambah bayangan, atau menghilangkan kerutan-kerutannya, atau menghilangkan/menambah tahi lalat, menambahi topi, menambahi baju, menambahi kerudung dan yang semakna dengan ini maka aktifitas mengedit seperti ini juga masih mubah. Hal itu dikarenakan aktivitas edit jenis ini tidak bisa dimasukkan dalam definisi menggambar dan tidak termasuk cakupan makna menggambar. Tidak ada rupa baru yang diciptakan dan tidak ada pengubahan gambar menjadi makhluk lain. Hal ini mirip seperti orang yang menyapukan warna hitam pada kanvas, atau menyapukan warna cahaya, atau menggamabar titik, menggambar garis, menggambar bulatan, dan sebagainya yang hukumnya mubah karena termasuk menggambar sesuatu yang tidak bernyawa.
Ketiga; Jika aktivitas mengedit foto itu dilakukan dengan mengubah makhluk yang ada dalam foto menjadi makhluk bernyawa yang lain, seperti manusia diedit menjadi gorila atau yang mirip dengannya, kambing diedit menjadi kerbau, nyamuk diedit menjadi kupu-kupu dan yang semakna dengan ini, maka aktivitas mengedit jenis inilah yang lebih dekat pada larangan menggambar.
Hal itu dikarenakan, mengedit jenis ini bermakna melakukan aktivitas menggambar suatu makhluk bernyawa dengan memanfaatkan citra yang tercetak pada foto.
Fakta seperti ini lebih dekat pada fakta menggambar makhluk bernyawa daripada fakta menggambar sesuatu yang tidak bernyawa.
Dengan demikian mengedit jenis ini terlarang. Larangannya tidak membedakan apakah aktivitas mengedit tersebut dilakukan secara manual dengan tangan maupun dengan komputer melalui perantaraan mouse dan keyboard. Semuanya dihukumi menggambar yang terlarang secara syar’i.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan lalat atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)
Juga dari Abu Hurairah dalam riwayat lain disebutkan,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِى ، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً ، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut kecil, biji atau gandum (jika mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَوَّرَ صُورَةً عُذِّبَ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا
“Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa meniupnya.” (HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan (yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 370)
Dalam hadits berikut juga menunjukkan bahwa jika kepala dihapus dari gambar, maka gambarnya tidak jadi bermasalah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Jika ada diantara kaum muslimin yang berpendapat mengedit foto haram secara mutlak, tetapi masih melakukannya untuk kepentingan dakwah misalnya, maka kemungkinan beliau tidak tahu atau lupa. Jadi sebaiknya diingatkan larangan tersebut. Perlu diingat pula bahwa Islam tidak mengenal prinsip “tujuan menghalalkan segala cara”. Wallahua’lam.
Artikel ini dikutip dari Rumaysho.com dan juga Irtaqi.net
Posting Komentar